oleh manajemenfeb | Mei 8, 2025 | Berita
Semarang – Universitas Diponegoro (Undip) telah menyelenggarakan Upacara Wisuda ke-178 pada tanggal 6 hingga 8 Mei 2025, bertempat di Gedung Muladi Dome, kawasan kampus Undip Tembalang, Semarang. Wisuda kali ini telah digelar dalam tiga tahap, sebagai puncak dari rangkaian kegiatan akademik yang telah dilalui para mahasiswa dari berbagai program studi.
Berdasarkan data sementara dari pihak universitas, jumlah wisudawan pada periode ini mencapai 2.861 orang, yang terdiri dari:
- Program Doktor: 47 orang
- Program Magister: 416 orang
- Program Spesialis: 37 orang
- Program Profesi: 37 orang
- Program Sarjana: 2.227 orang
- Sarjana Terapan (D4): 79 orang
- Program Diploma III: 18 orang
Dari Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip, mahasiswa dan mahasiswi berhasil menyelesaikan studi dan resmi di wisuda dalam periode ini. Keberhasilan mereka merupakan cerminan dari dedikasi, kerja keras, dan semangat belajar yang tinggi.
Wisuda tingkat fakultas FEB turut dihadiri oleh para pimpinan fakultas, yakni:
- Faisal, S.E., M.Si., Ph.D. – Dekan
- Dr. Harjum Muharam, S.E., M.E. – Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
- Wahyu Meiranto, S.E., M.Si., Akt. – Wakil Dekan Bidang Sumberdaya
- Harjum Muharam, S.E., M.E. Ketua Program Studi Manajemen
Kepada para lulusan, wisuda bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan sebuah awal baru untuk terus berkarya, berkembang, dan memberi kontribusi nyata di tengah masyarakat. Ilmu dan pengalaman yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro diharapkan menjadi bekal kuat dalam menghadapi tantangan masa depan.
Jadilah lulusan yang tidak hanya cakap secara akademik, tetapi juga memiliki integritas, kepedulian sosial, serta semangat inovasi. Selamat menempuh perjalanan baru dan semoga kesuksesan selalu menyertai di setiap langkah kalian.
oleh manajemenfeb | Mei 5, 2025 | Berita
Perang dagang AS-Tiongkok yang terus memanas telah menciptakan gelombang ketidakpastian ekonomi global. Sebagai negara dengan ekonomi terbuka, Indonesia tidak bisa sepenuhnya menghindar dari imbasnya: fluktuasi harga komoditas, gangguan rantai pasokan, hingga tekanan pada neraca perdagangan. Namun, di tengah turbulensi ini, Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang telah terbukti tangguh menghadapi tekanan ekonomi eksternal, salah satunya Rusia. Tulisan ini bukanlah bentuk pernyataan posisi maupun sikap politik, melainkan pandangan pribadi penulis untuk mengambil pelajaran dari negara Beruang Merah tersebut, setelah berkesempatan melihat dan merasakan langsung kondisi Rusia kala dikucilkan secara ekonomi oleh negara-negara Barat.
Sebelum bercerita lebih jauh tentang Rusia, mari kita mengingat kembali bahwa sejak aneksasi Krimea pada 2014, Rusia telah menghadapi sanksi ekonomi bertubi-tubi dari AS dan sekutunya. Mulai dari embargo perdagangan, pembekuan aset oligarki, hingga larangan bepergian bagi pejabat. Namun, bagi Rusia, ini bukanlah hal baru. Sejarah panjang mereka sebagai negara yang bertahan di tengah perang, revolusi, dan embargo Stalin era Perang Dingin, telah mengajarkan satu hal: bertahan hidup di tengah tekanan adalah bagian dari DNA bangsa ini.
Pada tahun 2014-2015, rak-rak keju Prancis dan anggur Italia tiba-tiba kosong di supermarket Rusia. Produk-produk mewah Eropa lenyap. Keju dari Siberia dan susu dari peternakan lokal pun mulai mengisi rak-rak itu. Pemerintah Rusia menggalakkan import substitution, mengganti barang impor dengan produk dalam negeri. Petani dan pengusaha kecil bangkit. Keju “Rossiysky” menggantikan Parmesan, sementara vodka tetap jadi andalan. Pada 24 Februari 2022, sehari setelah Hari Pembela Tanah Air, hari di mana Rusia mengenang jasa para pahlawannya, invasi ke Ukraina dimulai. Sanksi ekonomi menghantam lebih keras dari sebelumnya: bank sentral Rusia dibekukan, SWIFT diputus, perusahaan global seperti McDonald’s, KFC dan IKEA hengkang. Nilai rubel sempat terjun bebas, tapi tim ekonomi Rusia bergerak cepat. Mereka mengaitkan rubel ke emas dan gas, memaksa Eropa membayar gas dalam rubel. Rusia mengubah senjata sanksi Barat menjadi bumerang: harga energi melonjak, sementara Eropa kebingungan mencari alternatif gas Rusia.
Di tingkat akar rumput, rakyat Rusia menghadapi ini dengan sikap khas: “Kami sudah terbiasa dengan kesusahan”. Generasi tua yang hidup di era Soviet hanya mengangkat bahu: “Dulu kami antre berjam-jam untuk sepotong roti, ini bukan apa-apa.” Generasi muda yang melek teknologi beralih ke VPN untuk mengakses Netflix yang diblokir, atau membeli iPhone melalui “pasar abu-abu” di Kazakhstan. Bahkan di tengah isolasi, kreativitas muncul: restoran cepat saji lokal seperti “Vkusno i Tochka” menggantikan McDonald’s. Menunya mirip, tapi dengan saus yang “lebih Slavia”.
Satu hal yang dilupakan Barat: Rusia bukanlah negara biasa. Mereka punya sumber daya alam yang begitu besar, dari gas Arctic hingga gandum Siberia, yang membuat mereka sulit “dipelaparkan”. Gazprom, raksasa energi negara, menjadi tameng sekaligus senjata. Sementara Tiongkok dan India, yang tak ikut sanksi, menjadi mitra dagang baru. Rusia menjual minyak ke Asia dengan diskon, tapi volume yang besar tetap mengisi kas negara.
Alih-alih menyerah, Rusia memilih menari dengan caranya sendiri. Mereka mengubah embargo menjadi ajang pembuktian kemandirian. Di sektor pertanian, yang dulu bergantung pada impor keju Prancis dan apel Polandia, kini ladang gandum mereka membentang luas. Petani-petani Siberia, dengan tekad sekeras es di Danau Baikal, berhasil menjadikan Rusia eksportir gandum terbesar dunia. Pabrik-pabrik di Ural dan Siberia didorong memproduksi segala sesuatu, dari mesin traktor hingga smartphone, yang sebelumnya diimpor dari Eropa. Ekonomi Rusia tidak kolaps. Malah, negara ini menunjukkan ketahanan yang mengesankan. Jalur pipa minyak dan gas tidak lagi hanya mengalir ke Eropa, tetapi juga menelusuri Jalur Sutra Baru menuju Tiongkok. Transaksi minyak dalam yuan dan rubel menggantikan dolar AS. Di St. Petersburg, pedagang rempah India dan pengusaha minyak Arab menjadi pemandangan baru di pelabuhan yang dulu didominasi kapal-kapal Eropa.
Kembali ke Nusantara, di mana hujan tropis mengairi sawah dan hutan, kisah ketangguhan Rusia ini tidak hanya sekadar dongeng yang dilihat dan dinikmati hasilnya masa kini. Apabila Rusia punya gandum dan gas, Indonesia punya sumber daya tak kalah kaya, dari nikel di perut bumi Sulawesi hingga minyak sawit yang menghijaukan Sumatra. Namun, ketangguhan ekonomi sesungguhnya bukan terletak pada apa yang kita miliki, melainkan pada kemampuan mengubah sumber daya tersebut menjadi produk bernilai tinggi. Selama ini, Indonesia kerap terjebak dalam pola “nelayan yang menjual ikan mentah”, mengekspor bahan baku tanpa sentuhan pengolahan lebih lanjut. Padahal, nilai tambah tidak lahir dari menjual nikel mentah atau minyak sawit kasar, melainkan dari industri pengolahan yang mengubahnya menjadi baterai lithium, produk kosmetik, biodiesel, atau barang jadi lainnya. Dengan mengolah sumber daya secara mandiri, Indonesia tidak hanya dapat memperkuat kemandirian ekonomi, tetapi juga dapat menciptakan lapangan kerja berbasis teknologi, meningkatkan pendapatan negara melalui pajak dan devisa, serta mengurangi ketergantungan pada fluktuasi harga komoditas global. Tanpa langkah strategis ini, negeri ini akan tetap menjadi penonton di pasar global, sementara negara lain mengeruk keuntungan dari hasil bumi yang seharusnya bisa menjadi pilar kemakmuran rakyatnya sendiri.
Di sisi lain, di tengah perseteruan dagang Tiongkok-AS yang memicu proteksionisme global, Indonesia tidak bisa sekadar menjadi penonton atau berharap pada pasar tradisional yang semakin sempit. Meski perang tarif pasti berdampak pada ekspor dan stabilitas ekonomi, solusi jangka panjang bukanlah dengan terus meratapi hubungan yang retak, melainkan membangun game-plan baru: membidik pasar non-tradisional yang selama ini terabaikan. Di Dubai, pelaku usaha Indonesia tidak hanya menjual produk halal, tetapi menjadikan sertifikasi halal sebagai “paspor” untuk menembus pasar Timur Tengah dan Afrika Utara, wilayah dengan permintaan tinggi namun minim pesaing. Di Afrika Selatan, kopi Aceh dan batik Yogyakarta tidak lagi diposisikan sebagai komoditas murah, melainkan simbol gaya hidup berkelas yang bersaing dengan merek global. Sementara di Brasil, diplomasi kopi Indonesia dirancang bukan hanya untuk ekspor, tetapi juga menjalin aliansi dengan produsen lokal untuk membentuk blok dagang alternatif di Amerika Latin. Pendekatan ini bukan sekadar diversifikasi, melainkan strategi geopolitik yang mengubah Indonesia dari korban perang dagang menjadi aktor yang membentuk jalur ekonomi baru. Meski guncangan dari AS dan Tiongkok tak terhindarkan, fokus pada pasar-pasar “underdog” ini justru mengurangi ketergantungan sekaligus membuka ruang untuk menjadi price maker, bukan price taker. Daripada sibuk memperbaiki jaring yang robek, lebih baik menenun jaring yang lebih luas dan kuat di lautan yang belum dipetakan, layaknya Rusia yang membuka jalur pipa baru dari Eropa menuju China.
Perang dagang ibarat badai tropis: merobek tirai ketergantungan, tetapi sekaligus membuka lahan untuk menumbuhkan kemandirian. Seperti Rusia yang dipaksa berinovasi akibat sanksi, Indonesia pun harus menyadari bahwa ketergantungan pada sistem pembayaran Barat, seperti SWIFT yang rentan blokade politik, adalah titik lemah yang bisa berubah jadi bom waktu. Di tengah ancaman fragmentasi ekonomi global, Bank Indonesia tidak hanya berbisik, tetapi mulai melangkah. Skema transaksi langsung Local Currency Settlement (LCS) dengan Malaysia menggunakan rupiah dan ringgit adalah contoh nyata memotong dominasi dolar AS. Sementara di tingkat akar rumput, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) bukan sekadar alat bayar digital, melainkan infrastruktur kedaulatan finansial yang menyiapkan “jalan tol” transaksi domestik dan regional tanpa intervensi pihak asing. Jika SWIFT suatu hari dibajak kepentingan geopolitik, Indonesia sudah punya tameng: jaringan pembayaran independen yang mengurangi risiko pembekuan transaksi, sekaligus memastikan perdagangan dengan negara mitra, seperti Uni Emirat Arab atau Thailand, tetap mengalir lancar. Ini bukan sekadar solusi teknis, melainkan senjata ekonomi yang memberi Indonesia dua keunggulan: pertama, kebebasan dari tekanan mata uang asing; kedua, posisi tawar lebih kuat di kancah global karena tidak lagi terjebak dalam permainan “perang proxy” AS-Tiongkok. Dengan sistem pembayaran mandiri, badai perang dagang tak lagi dilihat sebagai ancaman, melainkan momentum untuk membangun ekosistem finansial yang tahan guncangan dan berdaulat.
Namun, tarian ini tak selalu mulus. Proteksi industri lokal bisa membuat harga barang melambung, sementara mencari mitra dagang baru ibarat membuka jalur di hutan belantara, butuh waktu bertahun-tahun, negoisasi alot, dan keberanian mengambil risiko. Misalnya, ketika Eropa mengurangi impor minyak sawit, Indonesia harus mencari pasar baru di Afrika atau Timur Tengah. Prosesnya tak instan, harus ada uji coba, adaptasi, dan terkadang gagal sebelum akhirnya menemukan formula yang cocok. Di sinilah kearifan lokal berperan. Gotong royong antara pemerintah, BUMN, dan UMKM bisa menjadi senjata rahasia. BUMN seperti Pertamina dan PLN bisa menjadi “Gazprom-nya Indonesia”, sementara UMKM adalah pasukan gerilya yang mengisi celah pasar.
Rusia dan Indonesia mungkin tak akan pernah sama. Moskow berdansa di atas salju dengan langkah tentara yang tegas, sementara Jakarta menari di bawah hujan tropis dengan gemulai. Namun, keduanya punya mantra yang sama: kemandirian. Indonesia tak perlu menjadi “Rusia Tropis”, karena kita punya filsafat sendiri: “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Nikel dan sawit adalah “bumi” kita; hilirisasi dan diplomasi adalah cara kita menjunjung “langit” kedaulatan ekonomi. Seperti Rusia yang menemukan kekuatan di saat terdesak, Indonesia bisa menjadi penari tak terduga di panggung perang dagang: lincah, lentur, dan siap mengubah badai jadi berkah. Pelajaran terakhir dari Moskow? Seperti kata pepatah Rusia: “В тихом омуте черти водятся” (Dalam air tenang, bahaya mengintai). Indonesia harus tetap waspada, tetapi juga gesit memanfaatkan celah di tengah konflik global.
Irma Tsuraya Choirinnida
oleh manajemenfeb | Mei 5, 2025 | Berita
Jakarta – Deretan prestasi membanggakan kembali ditorehkan oleh mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Dua mahasiswa Program Studi Manajemen, Zaidan Zoubairio Zain Muhammad (Manajemen 2024) dan Khaizuran Adylla Margana (Manajemen 2024), sukses menunjukkan performa luar biasa dalam ajang Kejuaraan Nasional Taekwondo “WTA Indonesia Taekwondo Championship II 2025” yang berlangsung pada 25–27 April 2025 di GOR Ciracas, Jakarta.
Zaidan Zoubairio Zain Muhammad berhasil meraih:
- Juara 1 Kyorugi Senior Umum Under 87Kg Putra
Sementara itu, Khaizuran Adylla Margana mencatatkan prestasi mengesankan dengan membawa pulang tiga medali:
- Juara 1 Poomsae Individu Senior Umum Putra
- Juara 1 Kyorugi Senior Umum Under 58Kg Putra
- Juara 3 Kyorugi Senior Under 58Kg Putra
Kompetisi tingkat nasional ini diikuti oleh lebih dari 1.800 peserta dari berbagai wilayah dan perguruan tinggi di Indonesia. Selain menjadi ajang unjuk kemampuan teknik, kejuaraan ini juga menjadi sarana pembentukan mental juang dan sportivitas tinggi di antara para taekwondoin muda.
Tak hanya Zaidan dan Khaizuran, tiga mahasiswa lainnya dari FEB Undip juga berhasil meraih prestasi di kompetisi ini, menambah kebanggaan bagi Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Keberhasilan lima mahasiswa FEB di ajang ini menunjukkan bahwa FEB Undip tidak hanya unggul di bidang akademik, tetapi juga di bidang olahraga, serta membuktikan kemampuan mahasiswa Undip untuk bersaing dan berprestasi di tingkat nasional.
Prestasi Zaidan dan Khaizuran, bersama dengan rekan-rekan mereka, menjadi inspirasi dan motivasi bagi seluruh mahasiswa Undip untuk terus berkembang dan mengharumkan nama almamater baik dalam bidang akademik maupun non-akademik.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas pencapaian ini dan berharap prestasi serupa terus berlanjut di masa mendatang.
oleh manajemenfeb | Apr 30, 2025 | Berita
Semarang, 28 April 2025 – Dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-65, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (FEB UNDIP) akan menggelar kegiatan bertajuk “FEB Jalan Sehat, Fit Fest 2025.” Acara ini mengusung semangat kebersamaan dan hidup sehat, sekaligus menjadi ajang untuk mempererat hubungan antar seluruh warga FEB UNDIP, mulai dari mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, hingga alumni.
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada:
- Hari, tanggal: Minggu, 4 Mei 2025
- Waktu: Pukul 06.00–12.00 WIB
- Tempat: Embung FEB UNDIP
Rangkaian acara yang disiapkan meliputi jalan sehat, senam pagi, bazaar UMKM, lomba memancing, final lomba karaoke Dies Natalis ke-65, hiburan, sarapan gratis (dengan kuota terbatas), serta kesempatan memenangkan berbagai doorprize menarik. Kegiatan ini diharapkan tidak hanya memberikan manfaat kesehatan, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat rasa kebersamaan di lingkungan FEB UNDIP.
Peserta yang ingin mengikuti acara ini dapat melakukan registrasi melalui tautan berikut: https://bit.ly/FIT-FESTFEBUNDIP. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh dengan menghubungi narahubung, Hanin (088232174311).
Dengan mengusung slogan “Jalan Sehat, Hati Dekat, FEB Hebat,” FEB UNDIP mengajak seluruh warganya untuk berpartisipasi aktif dan turut memeriahkan Fit Fest FEB 2025.
oleh manajemenfeb | Apr 25, 2025 | Berita
Total Hadiah Jutaan Rupiah, Pendaftaran Hingga 27 April 2025
Semarang, 24/4 (Humas Undip) – Dalam rangka memeriahkan Dies Natalis ke-65, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro menyelenggarakan Lomba Karaoke bertema “Menyatukan Harmoni dalam Kebersamaan”. Kegiatan ini terbuka bagi mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan alumni FEB UNDIP.
Lomba karaoke ini tidak hanya bertujuan untuk mempererat kebersamaan antar anggota FEB UNDIP, tetapi juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk mengekspresikan diri melalui seni tarik suara dalam suasana yang penuh keceriaan.
Persyaratan Lomba:
- Peserta wajib membawakan satu lagu bebas dengan durasi maksimal lima menit.
- Video harus direkam dalam format landscape dan diunggah melalui formulir pendaftaran daring yang disediakan.
- Lagu yang dibawakan tidak diperkenankan bergenre hardcore.
Peserta akan dinilai berdasarkan tiga aspek utama: kemampuan vokal, teknik vokal, dan penampilan. Juri lomba terdiri dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa FEB UNDIP. Dari seluruh peserta, enam finalis terbaik akan dipilih, dengan perwakilan dari mahasiswa, dosen/tendik, dan alumni.
Timeline Lomba:
- Pendaftaran & Pengumpulan Video: 1 Maret – 27 April 2025
- Penilaian Video oleh Juri: 28 April 2025
- Pengumuman Finalis: 28 April 2025 (diumumkan melalui media sosial dan situs resmi FEB UNDIP)
- Babak Final: Minggu, 4 Mei 2025, Pukul 09.00 WIB – selesai, di Panggung EXPO dan Jalan Sehat FEB UNDIP
Pada babak final, setiap finalis akan tampil langsung dengan membawakan satu lagu pilihan, dengan durasi maksimal sepuluh menit. Suasana lomba yang penuh keceriaan dan antusiasme ini diharapkan dapat menjadi momen yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan di lingkungan FEB UNDIP.
oleh manajemenfeb | Mar 18, 2025 | Berita
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro (FEB UNDIP) merayakan Dies Natalis ke-65 dengan penuh semangat dan optimisme.Selama lebih dari enam dekade, FEB UNDIP telah berperan dalam mencetak pemimpin serta akademisi unggul di bidang ekonomi dan bisnis.
Perayaan tahun ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan perjalanan panjang fakultas dalam memberikan kontribusi nyata bagi dunia akademik dan industri.
Dengan mengusung tema “Strengthening a Noble and Valuable World Class Faculty through Synergy and Accelerated Growth,” FEB UNDIP menegaskan komitmennya untuk terus berkembang menjadi fakultas kelas dunia. Sinergi yang kuat serta pertumbuhan yang dipercepat menjadi kunci dalam mewujudkan visi tersebut. Melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, pengembangan kurikulum yang adaptif, serta peningkatan kualitas riset dan inovasi, FEB UNDIP siap menghadapi tantangan global dan melahirkan lulusan yang kompeten.
Prestasi FEB UNDIP di Kancah Global
Kabar membanggakan datang dari pemeringkatan internasional! Universitas Diponegoro berhasil meraih enam peringkat dalam QS World University Rankings by Subject 2025, dengan tiga diantaranya berasal dari bidang studi yang dikelola oleh FEB UNDIP.
- Business & Management Studies : Peringkat #451-500 dunia
- Economics & Econometrics : Peringkat #501-550 dunia
- Social Sciences & Management : Peringkat #501-550 dunia
Capaian ini menunjukkan bahwa FEB UNDIP semakin diakui di tingkat global dan mampu bersaing dengan universitas terkemuka dunia dalam bidang ekonomi dan bisnis. Keberhasilan ini merupakan hasil dari kerja keras seluruh sivitas akademika, mulai dari dosen, mahasiswa, hingga alumni yang terus berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta inovasi di bidangnya.
Komitmen FEB UNDIP Menuju Masa Depan
Sebagai salah satu fakultas ekonomi dan bisnis terbaik di Indonesia, FEB UNDIP terus berupaya meningkatkan kualitas akademik dan daya saing internasional. Peningkatan akreditasi, publikasi riset bereputasi, serta kerja sama dengan industri dan institusi akademik global menjadi langkah strategis dalam memperkuat posisi FEB sebagai fakultas kelas dunia.
Dengan semangat inovasi dan kolaborasi, FEB UNDIP berkomitmen untuk terus berkembang dan menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan global.
Selamat Dies Natalis ke-65, FEB UNDIP! Semoga semakin maju, terus menginspirasi, dan melahirkan generasi unggul yang siap membawa perubahan positif bagi masyarakat, bangsa, dan Indonesia !